17% dari ekspor daging Brazil ke Uni Eropa berasal dari deforestasi ilegal
Sebuah studi yang dipublikasikan oleh jurnal akademis Science menemukan bahwa 20% dari ekspor kedelai dan setidaknya 17% ekspor daging dari bioma Brazil di Hutan Amazon dan Cerrado, ke Uni Eropa, berasal dari daerah yang mengalami deforestasi ilegal. Wilayah tersebut merupakan sabana tertua, kaya karbon dan keanekaragaman hayati tertinggi. Kesimpulan tersebut memperkuat informasi bahwa peternakan dan perkebunan kedelai merupakan penyebab terbesar deforestasi hutan tropis.
Kesimpulan ini diambil dari hasil penilaian 815,000 properti di wilayah pedesaan yang dibandingkan dengan peta penggunaan lahan dan deforestasi. Peneliti juga mendapatkan data dari Transparency for Sustainable Economics (TRSE) dan dokumen GTA (ijin transport ternak) yang diberikan saat hewan diperjualbelikan antar properti dan ke rumah pejagalan.
Selain itu, rantai pasok JBS, perusahan pemrosesan daging terbesar di dunia berdasarkan penjualan, ditemukan memiliki ternak yang merumput di Amazon secara ilegal ,berdasarkan laporan yang dirilis oleh Amnesty International di bulan Juli. Hal tersebut juga berarti bahwa selain dampak lingkungan, JBS juga berkontribusi terhadap pelanggaran HAM melawan masyarakat adat. Perusahaan tersebut telah mengetahuinya sejak tahun 2009 namun tidak mengeluarkan solusi apapun dan bahkan mengklaim bahwa produknya bebas atas deforestasi.
Dalam konteks ini, berdasarkan berita dari Datamarnews, Kementerian Perdagangan RI mengatakan bahwa pemerintah mengeluarkan izin terhadap impor 20.000 ton daging dari Brazil dan Argentina, padahal secara bersamaan Pemerintah Indonesia sedang berusaha mengurangi tingkat deforestasi dan juga kemiskinan.
Kedelai, daging, dan deforestasi Amazon
Sudah menjadi rahasia umum bahwa produksi kacang kedelai merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap deforestasi, namun tidak semua orang tahu bahwa mayoritas kacang kedelai diproduksi untuk pakan hewan, bukan manusia. Satu orang pemakan daging bertanggung jawab dalam mengonsumsi lebih banyak kacang kedelai dibandingkan dengan seorang vegan yang mengonsumsi tahu. Contohnya, diestimasikan bahwa rata-rata orang Eropa mengonsumsi kurang lebih 61kg kacang kedelai setiap tahunya, mayoritas dari produk hewani seperti ayam, babi, salmon, keju, susu, dan telur.
Mengingat bahwa Brazil merupakan pengekspor daging nomor satu di dunia, serta merupakan produsen kacang kedelai terbesar di dunia (yang utamanya digunakan untuk memberi makan ternak pedaging dan penghasil susu), Brazil telah mengalami laju deforestasi tertinggi dalam sepuluh tahun terakhir–1,361,000 hektar di tahun 2019 saja–tekanan internasional meminta adanya solusi dan keputusan politik yang nyata. Namun, meskipun pemerintah Brazil mengatakan bahwa mereka tidak dapat sepenuhnya melacak rantai pasok mereka, artikel Science yang berjudul “The rotten apples of Brazil’s agribusiness” atau “Apel busuk dari bisnis agrikultur Brazil” melaporkan bahwa sebenarnya mereka bisa, dan sudah seharusnya mereka melakukanya.
“Kita biasanya menggunakan peta dan data yang dapat diakses secara cuma-cuma untuk mengungkap peternak dan petani yang membuka hutan untuk menghasilkan kedelai dan daging sapi yang pada akhirnya dikirim ke Eropa. Saat ini Brazil telah memiliki informasi yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan segera dan tegas terhadap para pelanggar aturan ini, untuk memastikan ekspornya bebas dari deforestasi. Dengan menyebut sudah tidak ada lagi harapan untuk situasi tersebut –bukan lagi sebuah alasan,” jelas Raoni Rajão, seorang profesor di Universidade Federal de Minas Gerais (UFMG).
HAM: sisi lain dari masalah ini
Di Brazil, wilayah Amazon mengalami pertumbuhan paling besar dalam industri peternakan di Brazil. “Sejak tahun 1988, jumlah ternak di sana telah meningkat hampir empat kali lipat menjadi 86 juta pada tahun 2018, yang menyumbang 40% dari total jumlah nasional,” ungkap Amnesty International. Namun, deforestasi bukan hanya permasalahan untuk hewan, sumber daya alam, dan hutan. Mereka juga memperingatkan mengenai pelanggaran HAM, kekerasan, dan ancaman terhadap masyarakat adat dan penduduk setempat, yang kini hanya tinggal tiga orang yang tersisa, dari kurang lebih 60 KK yang sebelumnya tinggal di Cagar Alam Rio Jacy-Paraná. Selain itu, tanah adat juga dilindungi dalam Hukum HAM Internasional serta peternakan sapi komersil dilarang di wilayah tersebut.
Mengurangi konsumsi produk hewani penting untuk melindungi lingkungan, komunitas adat, dan membantu menjauhkan manusia dari wabah di masa depan. Klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana kamu bisa ikut terlibat.
Comments